WELCOME

DI DUNIA OLLOY

Mengenai Saya

Foto saya
jakarta, utara, Indonesia
saya adalah warga negara indonesia yang sangat mencintai budaya-budaya di indonesia ini

Jumat, 02 Desember 2011

barng-barng ANTIK coy...


(SOLD)Jam Dinding Junghans









Berikut informasi ttg Junghans diambil dari www.junghansusa.com

Junghans History


1861 A quest for excellence - from the very beginning
The Junghans watch factory came into being in 1861. Businessman Erhard Junghans founded the company in Schramberg, a small town in the Black Forest, together with his brother-in-law Jakob Zeller-Tobler. At first, they specialized in manufacturing individual parts for watch production. The precision of Junghans work quickly became synonymous with outstanding quality of manufacturing, and the foundation was laid for a complete watchmaking enterprise. The first watches bearing the Junghans brand were designed and constructed by the company's own master watchmakers in 1866

1875 Arthur Junghans
Arthur Junghans took over managing the company in 1875, following his father's premature death. Arthur was a watchmaker by trade and training and had traveled to America, where he studied the latest technological possibilities provided by rational production. Arthur Junghans introduced many new production techniques at the company, providing the ideas, serving as designer, and playing the role of technical leader. Even before the turn of the century, numerous machines and processes were developed that gave Junghans outstanding advantages in terms of quality and manufacturing. Arthur Junghans focused primarily on innovations in watchmaking, and no less than 300 inventions were patented under his management.

1890 The star over Junghans
The 8-point star that is still the Junghans trademark today was first registered in 1890. Junghans watches came to be known as affordable, high-quality products from Germany and sold well around the world. In 1903, Arthur Junghans' vision became a reality - Junghans was the world's largest watch factory. More than 3,000 employees produced more than 3 million watches each year. The manufacturing facility soon had to be expanded. And so the terrace building came into being, with a step-like construction that delivered natural daylight to each and every watchmaker's work station. The building is now protected as a historic monument.

1946 A precious legacy in difficult times
After Arthur Junghans' death, his sons Erwin and Oscar took over management of the company in 1920. Continuing the company's legacy and maintaining its high standards was no easy task, but the brothers mastered it successfully. At the start of the 1930s, the first wristwatches were produced and would quickly replace pocket watches as the most popular style of watch on the market. Even after the Second World War and the dismantling of the factory, the innovative spirit of Junghans' master watchmakers remained undaunted. Junghans developed the first wristwatch chronograph movement, the legendary J88, as early as 1946. Junghans was also able to assert itself as a company with a long tradition in the new market environment of post-war reconstruction.

1970 The time of quartz
Following the successful consolidation of the company after 1945, Junghans began to focus on new, more precise methods for measuring time. The first result of these efforts was the electric movement. But it was the newly invented quartz technology that Junghans really took up and developed further. The first German quartz clock was built at the end of the 1960s and Germany's first quartz wristwatch was built in 1970. As a pioneer of chronographic development, Junghans made history once again as the official timekeeper of the 1972 Olympic Games.

1985 Junghans and the radio-controlled timepiece
Junghans created yet another revolution on the clock and watchmaking market when they developed the first radio-controlled table clock. The world's first radio-controlled wristwatch, the Mega 1, followed the first radio-controlled solar clock in 1990. To celebrate the Mega 1's 15-year birthday in 2005 and to pay tribute to the classic, Junghans launched the Mega 1000, a new interpretation of the world's first radio-controlled wristwatch that combines contemporary design and ultra-modern technology.





Ada orang yang ketakutan jika mendengar dentangan jam dinding putar, bahkan ada yang pernah saya dengan berkomentar "ih... serem seperti rumah hantu" waduh segitu kentalnya kesan yang bisa tersimpan hanya dari sebuah bunyi jam dinding.

Tapi banyak juga yang sangat senang mendengar bunyi jam-jam dinding putar jaman dulu kala ini, ada yang berkata bunyinya "berwibawa" ada yang berkata membawa suasana puri, kastil, kedalam rumah hehehehehehe, hihihihihihihihihi (kalo ini membawa kuntilanak ke rumah, saya juga gak mau)

Jam Junghans ini, terhitung (paling tidak buat saya pribadi)
masih sangat baik, karena semua bagiannya masih asli Junghans semua, baik itu kayu-kayu box, bandul, jarum, putaran dll, bahkan stiker Junghans masih tertempel di kayu bagian dalamnya (lihat foto)Plat juga masih baik, dengan angka-angka yang terlihat jelas, dan belum pernah di grafir/cat ulang.

Jam ini 
terdiri dari 2 lubang, satu utk putaran dentang, satu lagi utk putaran jam/sumber energi pemutar jarum jam.
Dentang yang dihasilkan dari kawat baja yang melingkar seperti obat nyamuk bakar yang dipukul semacam palu kecil, sehingga gema yang dihasilkan khas sekali, dan pasti bisa merubah suasana rumah setiap kali berbunyi.
Dentang akan terjadi setiap jam dan setiap jarum menit menunjukkan angka 6.
Mesin masih bersih, berfungsi normal dan akurat, sekarang ini tidak mudah mendapatkan jam sejenis dengan kondisi yang orisinal, berfungsi normal dan mesin blm direkayasa.
Biasanya karena usianya yang sudah tua, sering sekali dilakukan usaha-usaha untuk membuatnya berfungsi dan tampil normal, dengan segala cara, seperti box yang tidak asli lagi, mesin sudah diketok, agar as-asnya normal/pada posisi standar, yang memang bisa membuat jam berjalan, tapi tidak lama.

Suatu kebanggan jika dirumah kita terpampang jam kuno legendaris seperti ini, ditambah bunyinya yang khas, pasti paling tidak membuat tamu-tamu di rumah kita terdiam sejenak sambil memikirkan darimana sumber bunyi yang unik itu.

Keterangan:
1.Orisinal Junghans Jerman
2.Berfungsi normal dan akurat
3.Semua bagian masih asli
4.Berbunyi setiap jam (sesuai jumlah jam) dan setiap jarum menit menunjuk angka 6
5.Sumber dentang dari senar baja berbentuk obat nyamuk bakar
6.Plat/tampilan jam masih terlihat jelas dan belum di cat ulang/orisinal
(SOLD)

karakteristik istri solehah

Wanita Shalihah (isteri shalihah) merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia gelar
yang diberikan kepada wanita kekasih Allah. Titel atau gelar itu bukan sekadar nama
dan kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam
kehidupan seorang wanita. Masyarakat Muslim diingatkan, supaya waspada terhadap
khadraauddiman, yaitu wanita cantik yang tumbuh dewasa di tempat yang buruk.
BANYAK wanita mendambakan titel itu, tetapi sangat sedikit yang sampai kepada
tujuan yang dirindukan. Sebab, perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh
seorang wanita meng-haruskannya melalui jalan yang terjal, berkelok, ber-batu, naik
bukit dan turun gunung, penuh onak dan duri. Kenanglah sejenak perjalanan hidup
para pemimpin wanita ahli sur-ga, yaitu sebaik-baik wa-nita sebagaimana sabda
Rasulullah Saw berikut ini.
Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah
Khadijah binti Khuwailid. (HR. Bukhari Muslim). Dari Abu Musa ra. berkata:
Rasulullah Saw bersabda: Lelaki yang sempurna ba-nyak, tetapi tidak demikian
halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Fir’aun dan Mar-yam binti Imran. Dan sesungguhnya
keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti ke-utamaan tsarid (lauk yang
berminyak) atas makanan lainnya. (HR. Bukhari). Nabi Saw bersabda: Fati-mah
adalah pemimpin wa-nita ahli surga . (HR. Bukhari)
Kesemua wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar
sebagai sebaik-baik wanita ahli surga (Mar-yam, Asiah, Khadijah, Aisyah dan
Fatimah) ada-lah wanita-wanita yang perjalanan hidupnya pe-nuh dengan ujian dan
tan-tangan. Mereka ditimpa banyak musibah dan bala bencana, baik dalam urusan
keluarga, masya-rakat dan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Na-mun mereka
tidak ber-geming dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Apakah ciri dan karakter yang dimiliki da-lam menjalankan ke-hidupan sehari-hari,
se-hingga dengan tegar ber-tahan dari segala amuk duniawi, dan mendapat-kan gelar
mulia se-bagai wanita/istri shalihah? Se-cara umum dijelaskan di dalam al-Qur’an,
Allah Swt berfirman:|
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wa-nita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[ ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Qs. An Nisaa’ 4:
34)
Inilah ayat yang me-nerangkan secara terpe-rinci tentang ihwal kaum wanita dalam
ke-hidupan rumah tangga yang berada di bawah ke-pemimpinan kaum pria.
Disebutkan bahwa ada dua jenis wa-nita: yang shalihah dan yang tidak shalihah. Lalu
ciri shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat ke-pada Allah Swt, kepada Rasul Nya
dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap ma’ruf kepada
suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah.
Ats-Tsauri dan Qata-dah mengatakan: Arti menjaga kehormatan diri di saat suami
tidak ada di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang mesti dipelihara, baik
berkenaan dengan kehormatan diri maupun harta. Sementara itu Ibnu Jarir dan al-
Baihaqi meriwayatkan ha-dits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw
bersabda:
Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hati-mu bila engkau pandang, taat
manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan dirinya
ketika engkau tidak ada di rumah. Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat
tersebut di atas. (Qs. An Nisaa’ 4: 34).
Syeikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga
kehormatan diri di sini adalah menutup apa yang dapat membuat malu ketika
diperlihatkan atau diungkapkan. Artinya, menjaga segala sesuatu yang secara khusus
berke-naan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia su-aminya
kepada siapa-pun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya ka-rena ingin
mencari solusi keruwetan rumah tangga.
Secara syar’i, yang juga bisa dikategorikan da-lam hal ini adalah keha-rusan
merahasiakan se-gala sesuatu yang berkait-an dengan hubungan intim suami istri,
termasuk di da-lamnya menceritakan hal-hal yang tidak senonoh. Jangan seperti
khadrau’ud-diman, seperti yang sering ditayangkan infotainment tv, mengumbar
segala au-rat keluarga sehingga o-rang jijik mendengarnya.
Apatah lagi bila sam-pai ke bentuk-bentuk peri-laku yang mereka laksana-kan
sebagai pasangan sua-mi isteri yang tidak layak didengar oleh selain me-reka. Selain
itu juga dapat difahami bahwa ungkapan yang disebut oleh al-Qur-’an di atas,
merupakan salah satu ungkapan yang memiliki arti kiasan yang amat mendalam:
meng-hentak kaum wanita yang keras hati, namun bisa di-fahami rahasianya oleh
mereka yang berhati lembut.
Kaum wanita me-mang memiliki naluri yang demikian lembut, dimana anda sekalian
bisa mene-robos hati mereka hanya dengan menyentuh ujung jarinya saja. Jantung
me-reka memiliki nadi-nadi peka yang segera memom-pakan darah ke raut wajah
mereka manakala mene-rima rangsangan.
Maka tidak dibenar-kan menghubungkan lang-sung kalimat hifzhul ghaib (menjaga
harta dan kehor-matan diri) dengan kalimat bima hafizhallah (sebagai-mana Allah
menjaga diri-nya). Sebab perpindahan yang demikian drastis dari penuturan rahasia
diri yang tersembunyi ke arah penuturan penjagaan Allah yang demikian jelas
memalingkan seseorang untuk berfikir secara ber-kepanjangan tentang hal-hal yang
berada di balik tabir-tabir rahasia pribadi suami istri. Yakni, hal-hal yang
tersembunyi dan rahasia, untuk dialihkan pada pengawasan Allah Azza wajalla.
Penghormatan yang diberikan kepada kaum wanita melalui kesaksian Allah tersebut
di atas, di-maksudkan agar mereka tetap terjaga dari jamahan tangan-tangan kotor,
pan-dangan mata jahil, atau pergunjingan, di saat sua-mi mereka tidak berada di
rumah, melalui bujukan, rayuan berupa lembaran-lembaran uang, mobil mewah,
rumah indah atau beberapa kerat roti.
Jadi, wanita-wanita shalihah ialah wanita yang menjaga harta dan kehor-matan
dirinya ketika su-aminya tidak di rumah, sebagaimana Allah telah menjaga mereka.
Itulah yang menjadi sifat shalihah kepada mereka. Sebab se-orang wanita yang shalihah
akan selalu men-dapat pengawasan dari Allah Swt, dan ketakwaan yang
mereka miliki me-nyebabkan mereka bisa menjadi wanita-wanita yang terpelihara
dari sifat khianat dan mampu men-jaga amanat.
Oleh karena itulah yang dimaksud dengan Wanita Shalihah dalam ayat di atas adalah
mereka yang selalu taat kepada Allah Swt, Rasul Nya, suaminya dan tidak memperturutkan
hawa nafsu-nya dalam hidup harian-nya. Apabila dikaitkan arti ayat yang
disebutkan di atas tepat sekali untuk menggambarkan ihwal kaum wanita masa kini
yang senang membeberkan rahasia-rahasia rumah tangga sendiri, atau rumah tangga
orang lain (gosip wanita sinetron) dan tidak bisa menjaga harta dan kehormatan
dirinya mana-kala suami mereka tidak berada di rumah bukanlah termasuk dalam
koridor wanita shalihah.
Jangan seperti khad-rau’uddiman, seperti yang sering ditayangkan infotai-ment tv,
mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Jika diamati
dengan seksa-ma keterangan diatas, ma-ka dapat disimpulkan bah-wa isteri yang
shalihah mempunyai karakter se-bagai berikut:
1. Menaati Allah dan Rasul Nya
Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran
tertinggi sebagai buah dari ilmu dan iman-nya. Yaitu surga yang pe-nuh dengan
kenikmatan, dia kekal didalamnya se-lama-lamanya. Allah Swt. berfirman:|
(Hukum-hukum ter-sebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang-siapa
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah me-masukkannya kedalam syurga
yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
itulah kemenangan yang besar. (Qs. An Nisaa’, 4: 13)
Firman Allah lagi: Dan barangsiapa yang men-taati Allah dan Rasul(Nya), mereka
itu akan bersama-sa-ma dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Qs. An Nisaa’, 4: 69)
Abu Hurairah ra ber-kata, Rasulullah Saw ber-sabda: Semua ummatku akan masuk
surga kecuali yang enggan (tidak mau). Pa-ra sahabat bertanya: Siapa-kah yang
enggan itu wahai Rasulullah? Beliau men-jawab: Barang siapa yang ta’at kepadaku
(mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk surga, dan barang siapa yang
mendurhakaiku, maka dialah yang yang enggan masuk surga. (HR Bukhari)
Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga de-ngan
menaati Allah dan Rasul-Nya dengan se-benar-benarnya.
2. Menaati Suami
Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-tu keselamatan baginya un-tuk meraih
kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di
bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada
suaminya, maka akan di-persilakan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu
suka. (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasa-nya Asma datang kepada Nabi dan
berkata: Sesung-guhnya aku adalah utusan dari kaum wanita Muslim, semua mereka
berkata dan berpendapat sebagaimana aku Wahai Rasulullah, se-sungguhnya Allah
telah mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman kepadamu dan
mengikutimu, (namun) ka-mi kaum wanita merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal
kamilah yang me-nunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka, kamilah
yang mengandung anak-anak mereka, sedang mereka dilebihkan dengan sholat
berjamaah, menyaksikan jenazah dan berjihad di jalan Allah.
Dan apabila mereka ke luar berjihad, kamilah yang menjaga harta me-reka dan
kamilah yang me-melihara anak-anak me-reka, maka apakah kami tidak
mendapatkan bagian pahala mereka wahai Rasulullah? Maka ber-palinglah
Rasulullah ke-pada para sahabatnya dan bertanya: Apakah tadi ka-mu sudah
mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan ten-tang agamanya?
Mereka menjawab: Ya, Demi Allah wahai Rasulullah, kemu-dian beliau bersabda:
Pergilah engkau wahai Asma dan beritahukanlah kepada wanita-wanita yang
mengutusmu bahwa layanan baik salah seorang kamu kepada suaminya, meminta
keridhaannya dan menuruti kemauannya menyamai (pahala) amal-an laki-laki yang
engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi sambil bertahlil dan bertakbir karena
gem-biranya dengan apa yang diucapkan Rasulullah ke-padanya. (Al Istii’aab, Ibnu
’Abd al Bar)
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, wakil wanita ber-kata: Wahai Rasulullah, saya wakil
dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan
atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan
sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi
Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat)
untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut? Maka Rasulullah
menjawab, Sam-paikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang eng-kau temui,
bahwa taat kepada suami dan mengakui hak sua-mi adalah menyamai yang demikian
itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksana-kannya. (HR al
Bazzar)
3. Melayani Suami
Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami
dengan sebaik-baik-nya. Maka jika taat kepada suami dan pandai me-layaninya, hal
itu merupa-kan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-nya meraih
keselamatan di dunia dan akhirat.
Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Tiap-tiap isteri yang mati
diridhai oleh suaminya, maka ia akan masuk surga. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
Dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Mu’adz di-utus ke Yaman atau Syam dan dia
melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada
pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah
lebih layak untuk di-agungkan (daripada me-reka). Maka tatkala ia da-tang kepada
Rasulullah ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang
Nashrani bers-ujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya,
dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk
diagungkan (daripada mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh memerintahkan
seseorang bersujud kepada seseorang, maka sung-guh akan kuperintahkan
isteri bersujud kepada suami-nya dan seorang isteri belum dikatakan menunaikan
kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan ke-wajibannya terhadap suami
seluruhnya, sehingga andai-kan (suaminya) memerlu-kannya di atas kendaraan,
sungguh ia tidak boleh me-nolaknya. (HR Ahmad)
4. Menjaga Kehormatan Diri
Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada
di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan karakteristik
seperti ini ber-arti telah memiliki harta simpanan yang terbaik.
Dari Abu Umamah ra, dari Nabi Saw beliau ber-sabda: Tidak ada yang paling
bermanfaat bagi se-orang (lelaki) Mukmin se-su-dah bertaqwa kepada Allah daripada
memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia di-perintah ia taat, jika ia dipan-dang
menye-nangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap ber-buat baik, dan jika ia ditinggalkan
(suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta
suaminya. (HR Ibnu Majah)
Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: Ada empat perkara siapa yang
memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang
bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala
bencana (musibah) dan isteri yang ti-dak menjerumuskan suami-nya dan merusakkan
harta bendanya. (HR Thabrani dengan isnad Jayyid).
Wanita paling baik ada-lah wanita (isteri) yang apabila engkau meman-dangnya
menggembirakan-mu, apabila engkau menyu-ruhnya dia pun menaati, dan apabila
engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu. (HR Abu Dawud.
Derajat hadits oleh al Hakim dinyatakan shahih).
Semoga para akhwat mampu memiliki karakter tersebut sehingga melayak-kannya
mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah Swt. Mereka menjadi par-tner dalam
perjuangan fi sabilillah, dan menjadi pendamping setia dikala suka dan duka bersama
suami yang dicintainya. Amien Ya Rabbal Alamin.